InfoLangsa.Com – Banda Aceh
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD-RI) asal Aceh, H. Sudirman Haji Uma, S.Sos., menggelar rapat kerja dengan Dinas Pertanahan Provinsi Aceh dalam rangka Reses di daerah pemilihan, pada Jumat (2/8/2025).
Agenda utama rapat kerja tersebit terkait pengawasan atas pelaksanaan UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, dengan fokus Proyek Strategis Nasional (PSN) di daerah. Salah satunya yaitu penyelesaian Jalan Tol Sigli–Banda Aceh (Sibanceh) yang hingga kini belum sepenuhnya bisa difungsikan.
Rapat tersebut dipimpin oleh Pelaksana Harian (Plh) Kepala Dinas Pertanahan Aceh, Saiful Uman, SH., MH., yang juga menjabat sebagai Kepala Bidang Pengadaan Tanah dan Pengurusan Hak-Hak Atas Tanah beserta jajaran.
Dalam pemaparannya, Saiful Usman, SH, MH menjelaskan bahwa hambatan utama pengoperasian jalan tol ini adalah belum diterbitkannya izin penggunaan area hutan tanaman industri (HTI) yang berada di sisi pinggir dan sebagai penyangga badan jalan tol. Sedangkan untuk badan jalan tol utama, izin penggunaannya telah keluar dari kementerian terkait.
“Progres jalan tol hampir rampung, kita tinggal menunggu surat dari Kementerian Kehutanan terkait penggunaan kawasan hutan HTI atau PNBP SK Pelepasan Kawasan Hutan. Selain itu, beberapa proyek strategis nasional lainnya juga telah memasuki tahapan akhir dalam proses pembebasan lahannya,” ujar Saiful.
Menanggapi hal tersebut, Haji Uma menyampaikan komitmennya untuk terus mendorong pemerintah pusat, khususnya kementerian terkait, agar segera menyelesaikan proses administrasi yang masih tertunda, demi kelancaran pengoperasian jalan tol yang telah lama dinantikan oleh masyarakat Aceh.
“Ini adalah layanan akses pembangunan yang telah lama ditunggu masyarakat Aceh. Tol ini diharapkan dapat memangkas waktu dan jarak tempuh, serta memperlancar konektivitas antardaerah di Aceh,” ujar Haji Uma.
Ia menegaskan pentingnya pengawalan yang konsisten terhadap seluruh proyek strategis nasional lainnya di Aceh, dan mendorong keterlibatan aktif dari seluruh elemen masyarakat, mulai dari pemerintah daerah, tokoh adat, hingga budayawan.
“Kita mengapresiasi langkah-langkah yang telah dilakukan Dinas Pertanahan Aceh selama ini, terutama terkait pembebasan tanah untuk PSN. Kedepan, edukasi bagi masyarakat harus ditingkatkan terkait nilai lahan skala rencana suatu pembangunan dan melibatkan semua pihak”, kata Haji Uma.
Haji Uma melanjutkan, walau selama ini penilaian atas harga tanah dipegang oleh KJPP lalu diserahkan kepada TP2T, namun kehadiran Dinas Pertanahan Aceh sangat penting sebagai penugas dari Pemerintah Aceh yang berperan sebagai holding atas pembebasan tanah daerah terhadap proyek strategis nasional.
Selain Jalan Tol Sigli–Banda Aceh yang membentang di wilayah Aceh Besar dan Pidie dengan luas sekitar 965 hektare—dan hingga kini pengadaan tanahnya baru rampung sekitar 27,4 persen atau 112 hektare—rapat juga membahas perkembangan proyek strategis lainnya.
Proyek Bendungan Keureuto di Aceh Utara dengan luas sekitar 896 hektare dilaporkan telah selesai seluruhnya. Sementara itu, Bendungan Rukoh beserta bangunan pengarahnya di Kabupaten Pidie telah menyelesaikan proses pengadaan tanah sebesar 92 persen dari total kebutuhan 716 hektare.
Pembangunan jaringan irigasi Daerah Irigasi Lhok Guci di Aceh Barat yang mencakup lahan seluas 269 hektare saat ini telah mencapai 81 persen penyelesaian pembebasan lahannya. Di Aceh Timur, proyek jaringan irigasi Daerah Irigasi Jambo Aye Kanan seluas 30 hektare masih berada pada tahap identifikasi dan inventarisasi.
Proyek Jalan Tol Binjai–Langsa II yang mencakup wilayah Aceh Tamiang dan Langsa dengan total luas 42 hektare telah merampungkan proses pengadaan tanah sebesar 97 persen. Adapun proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Kumbih 3 yang terletak di Kota Subulussalam dengan luas lahan 59 hektare telah mencapai penyelesaian sebesar 98 persen.
Rapat ini mencerminkan komitmen antara pemangku kebijakan daerah dan pusat untuk terus memastikan bahwa pembangunan proyek-proyek strategis nasional di Aceh berjalan sesuai ketentuan, serta berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Kolaborasi lintas sektor menjadi kunci utama dalam memastikan keberhasilan implementasi proyek, demi kemajuan dan konektivitas yang lebih baik di seluruh wilayah Aceh. (Zainal)